Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof. Saratri Wilonoyudho, tampaknya punya cara elegan untuk ikut meramaikan perbincangan soal keaslian ijazah Presiden Joko Widodo


Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes), Prof. Saratri Wilonoyudho, tampaknya punya cara elegan untuk ikut meramaikan perbincangan soal keaslian ijazah Presiden Joko Widodo. Lewat akun Instagram-nya, @saratri_wilonoyudho, beliau dengan tenang mengunggah foto ijazah S1 miliknya dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang diperoleh pada 1986 — setahun setelah Jokowi lulus, katanya.

Tentu saja, unggahan itu bukan untuk menyindir siapa pun. Prof. Saratri menegaskan bahwa niatnya murni “edukatif”, hanya ingin memperlihatkan kepada publik seperti apa wajah asli ijazah UGM di era 1980-an. Bahwa kebetulan saja tahun kelulusannya hanya berselisih setahun dengan Presiden, ya... itu murni kebetulan yang menarik, bukan?

Dalam penjelasannya, Prof. Saratri menguraikan beberapa perbedaan mencolok antara ijazahnya dan ijazah Presiden — semata-mata untuk kepentingan akademik, tentu. Mulai dari jenis font yang berbeda, tidak adanya materai, hingga larangan memakai kacamata dalam foto ijazah pada masa itu. “Punya saya tidak ada materai, dan dulu tidak boleh pakai kacamata. Font-nya pun beda. Tapi mungkin saja itu kebijakan fakultas, saya tidak tahu,” ujarnya, dengan nada yang terdengar sangat netral.

Meski demikian, Prof. Saratri menolak berandai-andai soal keaslian dokumen milik orang lain. Ia hanya menyampaikan pengamatan logis — bahwa kalau tahun kelulusan cuma beda setahun, seharusnya format ijazahnya tidak berubah drastis. Tapi ya, siapa tahu, mungkin tahun 1985 adalah tahun revolusi desain ijazah UGM.

Prof. Saratri menegaskan bahwa unggahannya tidak punya muatan politis, tidak ada sindiran, apalagi tuduhan. Semata-mata edukasi publik. “Kalau saya pribadi, ijazah saya asli dan halal. Saya tidak pernah mencontek, tidak pernah plagiat. Jadi saya percaya diri membagikannya,” tegasnya — kalimat yang entah kenapa terdengar sangat… menenangkan.

Sebagai catatan, Prof. Saratri bukan sosok sembarangan. Ia adalah Guru Besar Unnes, anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Jawa Tengah, dan dikenal pula sebagai orang yang pertama kali mengungkap dugaan plagiarisme mantan Rektor Unnes, Fathur Rokhman.

Jadi, jika unggahan beliau tampak “mendidik” sekaligus “menyenggol halus”, ya mungkin itulah gaya khas seorang akademisi — menyampaikan fakta dengan sopan, namun meninggalkan banyak pikiran yang menggantung di udara.

Lebih baru Lebih lama