Baduy Lebak, Banten.
Suasana pagi di Kampung Baduy terasa sejuk dan penuh semangat. Sejak pukul enam pagi, warga sudah berkumpul di tepi sungai untuk melaksanakan kegiatan gotong royong membangun jembatan (cukangan) yang baru. Jembatan lama sebelumnya sempat rusak dan kini warga bersama-sama membangunnya kembali dengan cara tradisional yang telah diwariskan turun-temurun.
Kegiatan ini melibatkan hampir seluruh laki-laki di kampung, bahkan ada juga yang datang dari kampung tetangga seperti Cihujung. Jumlah peserta diperkirakan mencapai seratus orang lebih. Setiap orang bekerja sesuai kemampuannya—ada yang membuat tali dari ijuk, ada yang mengikat bambu, menebang dan mengangkat batang awi (bambu), hingga menyusun rangka jembatan di atas sungai.
Menariknya, kegiatan ini tidak diatur oleh pembagian tugas resmi. Semua warga bekerja dengan kesadaran dan semangat kebersamaan. Gotong royong menjadi napas kehidupan masyarakat Baduy, dan membangun jembatan adalah salah satu wujud nyata dari nilai itu.
Sementara para pria bekerja di sungai, para perempuan di rumah masing-masing menyiapkan makanan untuk disantap bersama. Nasi, lauk-pauk, dan kopi disajikan saat waktu istirahat tiba. Setelah ngopi dan beristirahat sejenak, warga kembali bekerja hingga jembatan hampir rampung—biasanya selesai dalam waktu kurang dari satu hari.
“Biasanya kalau bikin jembatan, sekitar jam empat atau lima sore sudah selesai,” ujar salah satu warga yang ikut membantu. Setelah pekerjaan hampir rampung, warga bersama-sama mandi di sungai dan kemudian kembali ke kampung untuk makan bersama sebagai penutup kegiatan
Tradisi gotong royong membangun jembatan ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu dalam kalender adat, tidak bisa sembarangan. Pembangunan juga sering dibantu oleh kampung-kampung sekitar, meski tidak semua bisa hadir karena jarak antar kampung di wilayah Baduy cukup jauh.
Kini, jembatan baru di kampung tersebut sudah berdiri kokoh dan siap digunakan kembali. “Mudah-mudahan jembatan ini awet sampai sepuluh tahun ke depan,” harap salah satu ketua kampung.
Kegiatan sederhana ini bukan hanya tentang membangun jembatan fisik, tetapi juga memperkuat jembatan sosial dan kebersamaan antarwarga—nilai luhur yang terus dijaga oleh masyarakat Baduy hingga kini.
